You in here

Sabtu, 05 Mei 2012

SPSS


SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) adalah sebuah program pada computer yang digunakan untuk membuat analisis statistika. SPSS pertama dirilis pada tahun 1968, dan diciptakan oleh Norman Nie, seorang lulusan Fakultas Ilmu Politik dari Stanford University, yang sekarang menjadi Profersor Peneliti Fakultas Ilmu Politik di Stanford University dan Profesor Emeritus Ilmu Politik di University of Chicago.

SPSS banyak digunakan dalam berbagai riset pemasaran, pengendalian dan perbaikan mutu (quality improvement), serta riset-riset sains. SPSS pertama kali muncul dengan versi PC (bisa dipakai untuk komputer desktop) dengan nama SPSS/PC+ (versi DOS). Tetapi, dengan mulai populernya sistem operasi windows, SPSS mulai mengeluarkan versi windows. Pertama kali muncul versi windows adalah SPSS for Windows versi 6.0, hingga kini SPSS yang paling terbaru adalah SPSS 19.0 yang baru beredar di Indonesia milik IBM. (Wijaya, 2011)

Awalnya SPSS dibuat untuk keperluan pengolahan data statistik untuk ilmu-ilmu sosial. Namun, sekarang kemampuan SPSS diperluas untuk melayani berbagai jenis pengguna (user), seperti untuk proses produksi di pabrik, riset ilmu sains dan lainnya.

Pada dasarnya pengoperasian SPSS memiliki kesamaan dalam berbagai versi, perbedaan hanya pada fasilitas tambahan yang ditawarkan. Selain itu, SPSS merupakan software statistik yang paling popular, fasilitasnya sangat lengkap dibandingkan dengan software lainnya.

Ada beberapa teknik statistika yang dapat digunakan untuk menganalisis data. Tujuan dari analisis data adalah untuk mendapatkan informasi yang relevan yang terdapat dalam data tersebut dan menggunakan hasilnya untuk memecahkan suatu masalah.

SPSS dapat membaca berbagai jenis data atau memasukkan data secara langsung ke dalam SPSS Data Editor. Bagaimanapun struktur dari file data mentahnya, maka data dalam Data Editor SPSS harus dibentuk dalam bentuk baris (cases) dan kolom (variables). Case berisi informasi untuk satu unit analisis, sedangkan variabel adalah informasi yang dikumpulkan dari masing-masing kasus.

Hasil-hasil analisis muncul dalam SPSS Output Navigator. Kebanyakan prosedur Base System menghasilkan pivot tables, dimana kita bisa memperbaiki tampilan dari keluaran yang diberikan oleh SPSS. Untuk memperbaiki output, maka kita dapat memperbaiki output sesuai dengan kebutuhan. Beberapa kemudahan yang lain yang dimiliki SPSS dalam pengoperasiannya adalah karena SPSS menyediakan beberapa fasilitas seperti berikut ini:
1.      Data Editor
Merupakan jendela untuk pengolahan data. Data editor dirancang sedemikian rupa seperti pada aplikasi-aplikasi spreadsheet untuk mendefinisikan, memasukkan, mengedit, dan menampilkan data.
2.      Viewer
Viewer mempermudah pemakai untuk melihat hasil pemrosesan, menunjukkan atau menghilangkan bagian-bagian tertentu dari output, serta memudahkan distribusi hasil pengolahan dari SPSS ke aplikasi-aplikasi yang lain.
3.      Multidimensional Pivot Tables
Hasil pengolahan data akan ditunjukkan dengan multidimensional pivot tables. Pemakai dapat melakukan eksplorasi terhdap tabel dengan pengaturan baris, kolom, serta layer. Pemakai juga dapat dengan mudah melakukan pengaturan kelompok data dengan melakukan splitting tabel sehingga hanya satu group tertentu saja yang ditampilkan pada satu waktu.
4.      High-Resolution Graphics
Dengan kemampuan grafikal beresolusi tinggi, baik untuk menampilkan pie charts, bar charts, histogram, scatterplots, 3-D graphics, dan yang lainnya, akan membuat SPSS tidak hanya mudah dioperasikan tetapi juga membuat pemakai merasa nyaman dalam pekerjaannya.
5.      Database Access
Pemakai program ini dapat memperoleh kembali informasi dari sebuah database dengan menggunakan Database Wizard yang disediakannya.
6.      Data Transformations
Transformasi data akan membantu pemakai memperoleh data yang siap untuk dianalisis. Pemakai dapat dengan mudah melakukan subset data, mengkombinasikan kategori, add, aggregat, merge, split, dan beberapa perintah transpose files, serta yang lainnya.
7.      Electronic Distribution
Pengguna dapat mengirimkan laporan secara elektronik menggunakan sebuah tombol pengiriman data (e-mail) atau melakukan export tabel dan grafik ke mode HTML sehingga mendukung distribusi melalui internet dan intranet.
8.      Online Help
SPSS menyediakan fasilitas online help yang akan selalu siap membantu pemakai dalam melakukan pekerjaannya. Bantuan yang diberikan dapat berupa petunjuk pengoperasian secara detail, kemudahan pencarian prosedur yang diinginkan sampai pada contoh-contoh kasus dalam pengoperasian program ini.
9.      Akses Data Tanpa Tempat Penyimpanan Sementara
Analisis file-file data yang sangat besar disimpan tanpa membutuhkan tempat penyimpanan sementara. Hal ini berbeda dengan SPSS sebelum versi 11.5 dimana file data yang sangat besar dibuat temporary filenya.
10.  Interface dengan Database Relasional
Fasilitas ini akan menambah efisiensi dan memudahkan pekerjaan untuk mengekstrak data dan menganalisnya dari database relasional.
11.  Analisis Distribusi
Fasilitas ini diperoleh pada pemakaian SPSS for Server atau untuk aplikasi multiuser. Kegunaan dari analisis ini adalah apabila peneliti akan menganalisis file-file data yang sangat besar dapat langsung me-remote dari server dan memprosesnya sekaligus tanpa harus memindahkan ke komputer user.
12.  Multiple Sesi
SPSS memberikan kemampuan untuk melakukan analisis lebih dari satu file data pada waktu yang bersamaan.
13.   Mapping
Visualisasi data dapat dibuat dengan berbagai macam tipe baik secara konvensional atau interaktif, misalnya dengan menggunakan tipe bar, pie atau jangkauan nilai, simbol gradual, dan chart.

Untuk melakukan uji statistik langkah awal yang harus dilakukan adalah dengan screening terhadap data yang akan diolah. Salah satu asumsi penggunaan statistika parametik adalah asumsi multivariate normality. Multivariate normality merupakan asumsi bahwa setiap variabel dan semua kombinasi linear dari variabel distribusi normal. Asumsi multivariate normality ini dapat diuji dengan melihat normalitas suatu variabel.

Screening terhadap normalitas data merupakan langkah awal yang harus dilakukan untuk setiap multivariate. Dengan demikian data yang berdistribusi normal akan menghasilkan model regresi yang baik. Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam mendeteksi normalitas data, diantaranya adalah:
1.                  Statistik Deskriptif
Merupakan bidang ilmu statistik yang mempelajari cara-cara pengumpulan, penyusunan, dan penyajian ringkasan data penelitian. Data-data tersebut harus diringkas dengan baik dan teratur, baik dalam bentuk tabel atau presentasi grafik, sebagai dasar untuk berbagai pengambilan keputusan. (Wijaya, 2011)

Statistika deskriptif merupakan gambaran statistika tentang data. Pada dasarnya statistika deskriptif menggambarkan data dari ukuran penyebaran (dispersion), ukuran pusat (central tendency), dan ukuran posisi relative (relative standing). Ukuran pusat meliputi rata-rata, median dan modus, sedangkan ukuran penyebaran diperoleh dari range, variasi, dan standar deviasi. Terakhir untuk posisi relativ data diukur dari skor-z, persentil, quartil, dan range interquartil. Terdapat 4 pilihan dalam SPSS yang berkaitan dengan statistika deskriptif, yaitu frequencies, descriptives, explore, dan crosstabs. (Pramesti, 2006)

Seorang peneliti setelah memperoleh data dari suatu penelitian, perlu membuat deskripsi penyajiannya dalam bentuk tabel maupun grafik. Tabel disusun dari data menurut suatu aturan atau kategori tertentu sehingga gambaran umum dapat dibaca dengan mudah dan sistematis. Sedangkan grafik merupakan bentuk visualisasi data yang disajikan dalam bentuk gambar. (Wahana Komputer, 2009)

Dengan menggunakan tabel frekuensi, seorang peneliti dapat memberikan gambaran umum tentang data. Tabel ini dibuat dengan susunan data yang telah dikelompokkan berdasarkan kategori atau aturan tertentu. Tabel ini disajikan dalam bentuk kolom-kolom, dimana kolom pertama berisi nilai variabel dan kolom kedua berisi frekuensi. Tabel frekuensi dapat pula dilengkapi dengan kolom frekuensi kumulatif, persen, dan persen kumulatif.
                  

2.                  One-Sample Klomogorov-Smirnov Test
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal atau tidak. Uji ini biasanya digunakan untuk mengukur data berskala ordinal, interval, ataupun rasio. Jika analisis menggunakan metode parametrik, maka persyaratan normalitas harus terpenuhi, yaitu data berasal dari distribusi yang normal. Jika data tidak berdistribusi normal, atau jumlah sampel sedikit dan jenis data adalah nominal atau ordinal maka metode yang digunakan adalah statistik non parametrik. (Priyatno, 2008)

Uji Kolmogorov Smirnov digunakan untuk data berlanjut (continue), sebab uji ini digunakan pada data dengan skala ordinal. Pengujian ini lebih sering digunakan untuk membandingkan dua buah fungsi distribusi kumulatif, yaitu fungsi distribusi kumulatif yang teramati dan fungsi kumulatif yang dihipotesiskan. (Wahana Komputer, 2009)

Uji Kolmogorov Smirnov digunakan untuk melakukan uji kesesuaian sampel dengan suatu bentuk distribusi populasi tertentu atau dapat pula untuk uji kesesuaian apakah dua sampel berasal dari dua populasi yang identik. (Pramesti, 2006)
Ada dua syarat yang harus dipenuhi pada prosedur uji satu sampel Kolmogorov-Smirnov, yaitu:
1.      Data. Data yang digunakan, yaitu data kuantitatif (dengan skala pengukuran interval atau rasio).
2.      Asumsi. Uji Kolmogorov-Smirnov mempunyai asumsi bahwa parameter uji distribusi telah spesifik. Ada beberapa prosedur tes distribusi parameter yang digunakan, yaitu normal, poisson, dan uniform. Namun yang lebih sering digunakan adalah tes distribusi normal. (Wahana Komputer, 2009)

3.                  ANOVA
Analisys of variance atau ANOVA merupakan salah satu teknik analisis multivariate yang berfungsi untuk membedakan rerata lebih dari dua kelompok data dengan cara membandingkan variansinya. Analisis varian termasuk dalam kategori statistik parametrik. Sebagai alat statistika parametrik, maka untuk dapat menggunakan rumus ANOVA harus terlebih dahulu perlu dilakukan uji asumsi meliputi normalitas, heterokedastisitas dan random sampling (Ghozali, 2009).

Analisis varian dapat dilakukan untuk menganalisis data yang berasal dari berbagai macam jenis dan desain penelitian. Analisis varian banyak dipergunakan pada penelitian-penelitian yang banyak melibatkan pengujian komparatif yaitu menguji variabel terikat dengan cara membandingkannya pada kelompok sampel independen yang diamati. Analisis varian saat ini banyak digunakan dalam penelitian survey dan penelitian eksperimen.

One Way ANOVA adalah analisis yang digunakan untuk menguji perbandingan rata-rata antara beberapa kelompok data. Pada analisis ini hanya terdapat satu variabel dependen dengan tipe data kuantitatif dengan variabel independen sebagai pembanding.
Prosedur One Way Anova adalah yang digunakan untuk menguji hipotesis kesamaan rata-rata antara dua grup variabel atau lebih yang tidak berbeda. Analisis ini merupakan teknik yang dikembangkan dari uji t dua sampel. Namun jika nilai hasil uji Anova adalah rata-rata yang berbeda, maka harus dilakukan analisis lanjutan (Post Hoc Test). (Wahana Komputer, 2009)
Dalam membandingkan rata-rata terdapat dua tipe tes, yaiu:
1.      A Priori Contrast adalah test yang dilakukan sebelum melakukan penelitian.
2.      Post Hoc Test adalah test yang dilakukan sesudah melakukan penelitian.

Two Way ANOVA digunakan sebagai alat analisa untuk menguji apakah data perbedaan mean suatu variabel tertentu dengan dua faktor pembeda.



Sumber:
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Pramesti, Getut. 2006. Panduan Lengkap SPSS 13.0 dalam Mengolah Data Statistik. Jakarta: Elex Media Komputindo.
Priyatno, Dwi. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Jakarta: Buku Kita.
Wahana Komputer. 2009. SPSS 17 untuk Pengolahan Data Statistik. Yogyakarta: ANDI.
Wijaya, Tony. 2011. Cepat Menguasai SPSS 19. Yogyakarta: Cahaya Atma.

Jumat, 04 Mei 2012

Kadar Abu


Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. (Winarno, 1992)

Abu merupakan residu anorganik yang didapat dengan cara mengabukan komponen-komponen organik dalam bahan pangan. Jumlah dan komposisi abu dalam mineral tergantung pada jenis bahan pangan serta metode analisis yang digunakan. Abu dan mineral dalam bahan pangan umumnya berasal dari bahan pangan itu sendiri (indigenous). Tetapi ada beberapa mineral yang ditambahkan ke dalam bahan pangan, secara disengaja maupun tidak disengaja. Abu dalam bahan pangan dibedakan menjadi abu total, abu terlarut dan abu tak larut. (Puspitasari, et.al, 1991)



Analisis gravimetrik merupakan bagian analisis kuantitatif untuk menentukan jumlah zat berdasarkan pada penimbangan dari hasil reaksi setelah bahan/analit yang dihasilkan diperlakukan terhadap pereaksi tertentu. (Widodo, 2010)

Kadar abu suatu bahan ditetapkan pula secara gravimetri. Penentuan kadar abu merupakan cara pendugaan kandungan mineral bahan pangan secara kasar. Bobot abu yang diperoleh sebagai perbedaan bobot cawan berisi abu dan cawan kosong.  Apabila suatu sampel di dalam cawan abu porselen dipanaskan pada suhu tinggi sekitar 650°C akan menjadi abu berwarna putih. Ternyata di dalam abu tersebut dijumpai garam-garam atau oksida-oksida dari K, P, Na, Mg, Ca, Fe, Mn, dan Cu, disamping itu terdapat dalam kadar yang sangat kecil seperti Al, Ba, Sr, Pb, Li, Ag, Ti, As, dan lain-lain. Besarnya kadar abu dalam daging ikan umumnya berkisar antara 1 hingga 1,5 %. (Yunizal, et.al, 1998)

Kadar abu/mineral merupakan bagian berat mineral dari bahan yang didasarkan atas berat keringnya. Abu yaitu zat organik yang tidak menguap, sisa dari proses pembakaran atau hasil oksidasi. Penentuan kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan.


Mineral yang terdapat dalam pangan terdiri dari 2 jenis garam, yaitu
1. Garam-garam organik, misalnya garam dari as. malat, oxalate, asetat, pektat dan lain-lain

2. Garam-garam anorganik, misalnya phospat, carbonat, chloride, sulfat nitrat dan logam alkali. (Anonim, 2011)


Selain kedua garam tersebut, kadang-kadang mineral dapat terbentuk sebagai senyawa yang kompleks yang bersifat organis. Apabila akan ditentukan jumlah mineralnya dalam bentuk aslinya adalah sangat sulit.

Menurut Winarno (1991), kadar abu yang yang terukur merupakan bahan-bahan anorganik yang tidak terbakar dalam proses pengabuan, sedangkan bahan-bahan organik terbakar.

Untuk menentukan kandungan mineral pada bahan makanan, bahan harus dihancurkan/didestruksi terlebih dahulu. Cara yang biasa dilakukan yaitu pengabuan kering (dry ashing) atau pengabuan langsung dan pengabuan basah (wet digestion). Pemilihan cara tersebut tergantung pada sifat zat organik dalam bahan, sifat zat anorganik yang ada di dalam bahan, mineral yang akan dianalisa serta sensitivitas cara yang digunakan. (Apriyantono, et.al, 1989).

Prinsip dari pengabuan cara langsung yaitu dengan mengoksidasi semua zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500 – 600 oC dan kemudian melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut. (Sudarmadji, 1996)
Pengabuan dilakukan melalui 2 tahap yaitu :
a.       Pemanasan pada suhu 300oC yang dilakukan dengan maksud untuk dapat melindungi kandungan bahan yang bersifat volatil dan bahan berlemak hingga kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan sampai asap habis.
b.      Pemanasan pada suhu 800oC yang dilakukan agar perubahan suhu pada bahan maupun porselin tidak secara tiba-tiba agar tidak memecahkan krus yang mudah pecah pada perubahan suhu yang tiba-tiba. 

Pengabuan kering dapat diterapkan pada hampir semua analisa mineral, kecuali mercuri dan arsen. Pengabuan kering dapat dilakukan untuk menganalisa kandungan Ca, P, dan Fe akan tetapi kehilangan K dapat terjadi apabila suhu yang digunakan terlalu tinggi. Penggunaan suhu yang terlalu tinggi juga akan menyebabkan beberapa mineral menjadi tidak larut.

Beberapa kelemahan maupun kelebihan yang terdapat pada pengabuan dengan cara lansung. Beberapa kelebihan dari cara langsung, antara lain : 
a.       Digunakan untuk penentuan kadar abu total bahan makanan dan bahan hasil pertanian, serta digunakan untuk sample yang relatif banyak,
b.      Digunakan untuk menganalisa abu yang larut dan tidak larut dalam air, serta abu yang tidak larut dalam asam, dan 
c.       Tanpa menggunakan regensia sehingga biaya lebih murah dan tidak menimbulkan resiko akibat penggunaan reagen yang berbahaya.

Sedangkan kelemahan dari cara langsung, antara lain :
a.       Membutuhkan waktu yang lebih lama,
b.      Tanpa penambahan regensia, 
c.       Memerlukan suhu yang relatif tinggi, dan
d.      Adanya kemungkinan kehilangan air karena pemakaian suhu tinggi (Apriantono, 1989)

Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung yaitu memberikan reagen kimia tertentu kedalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alkohol ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tinggi. Pemanasan mengakibatkan gliserol alkohol membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan menjadi besar dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada pemanasan untuk pasir bebas dapat membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan memperbesar porositas, sehingga mempercepat proses pengabuan. (Sudarmadji, 1996)

Beberapa kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada pengabuan cara tidak langsung. Kelebihan dari cara tidak langsung, meliputi :
a. Waktu yang diperlukan relatif singkat,
b. Suhu yang digunakan relatif rendah,
c. Resiko kehilangan air akibat suhu yang digunakan relatif rendah, 
d. Dengan penambahan gliserol alkohol dapat mempercepat pengabuan, dan
e. Penetuan kadar abu lebih baik. 

Sedangkan kelemahan yang terdapat pada cara tidak langsung, meliputi :
a. Hanya dapat digunakan untuk trace elemen dan logam beracun,
b. Memerlukan regensia yang kadangkala berbahaya, dan 
c. Memerlukan koreksi terhadap regensia yang digunakan. (Apriantono, 1989)

Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, yaitu:
1. Menentukan baik tidaknya suatu pengolahan
Dalam penggilingan gandum, misalnya apabila masih banyak katul atau lembaga yang terikut maka tepung gandum tersebut akan memiliki kadar abu yang tinggi.

2. Mengetahui jenis bahan yang digunakan
Penentuan kadar abu dapat digunakan untuk memperkirakan kandungan buah yang digunakan dalam marmalade atau jelly. Kandungan abu juga dapat dipakai untuk menentukan atau membedakan fruit vinegar (asli) atau sintesis.

3. Penentuan parameter nilai gizi pada bahan makanan

Rumusan dari penentuan kadar abu sebagai berikut:
Keterangan:
A adalah berat cawan kosong dinyatakan dalam g
B adalah berat cawan + contoh awal, dinyatakan dalam g
C adalah berat cawan + abu, dinyatakan dalam g.



Sumber:
Anonim. 2011. Uji Kadar Abu. http://fajarub.blogspot.com/2011/11/uji-kadar-abu.html. Diakses tanggal 15 Maret 2012 pukul 23.05.
Apriyanto, Anton, et al. 1989. Analisis Pangan. Bogor: IPB-press

Puspitasari, et.al. 1991. Teknik Penelitian Mineral Pangan. Bogor: IPB-press.
Sudarmadji, S., Haryono, B. dan Suhandi. 1989. Analisa Bahan makanan dan Pertanian. Liberty: Yogyakarta.
Widodo, Didik S. dan Retno A. L. 2010. Kimia Analisis Kuantitatif Dasar Penguasaan Aspek Eksperimental. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Winarno, F.G. 1991. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia; Jakarta.
Yunizal, Murtini,J.T., Dolaria,N., Purdiwoto,B., Abdulrokhim dan Carkipan. 1998. Prosedur Analisa Kimiawi Ikan dan Produk Olahan Hasil-Hasil Perikanan. Instalasi Penelitian dan Pengembangan Perikanan; Jakarta.

Tepung Ikan




 
Gambar . Tepung Ikan
Tepung ikan mengandung protein yang cukup tinggi, sehingga sering digunakan sebagai sumber utama protein pada pakan unggas, disamping pakan lainnya. Selain sebagai sumber protein, tepung ikan juga dapat digunakan sebagai sumber kalsium. Tepung ikan yang baik mempunyai kandungan protein kasar 58-68%, air 5,5-8,5%, serta garam 0,5-3,0%. (Boniran, 1999)

Kandungan proteinnya relatif tinggi tersusun oleh asam-asam amino esensial yang kompleks (methionin dan lysin) dan mineral (Ca dan P, serta vitamin B12).

Dengan kata lain, tepung ikan adalah suatu produk padat kering yang dihasilkan dengan jalan mengeluarkan sebagian besar cairan dan sebagian atau seluruh lemak yang dikandung di dalam tubuh ikan. Tepung ikan sebagai bahan pakan ternak dan ikan untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani dibuat dari sisa-sisa olahan atau kelebihan hasil penangkapan dalam rangka memaksimalkan pemanfaatan ikan yang pada akhirnya juga memaksimalkan nilai ekonomis sisa olahan dan kelebihan hasil tangkapan tersebut. 

Bahan-bahan mentah sebaiknya yang digunakan untuk pembuatan tepung ikan adalah ikan yang tidak banyak mengandung lemak karena ikan yang banyak mengandung lemak dapat mempercepat proses pembusukan sehingga dapat merunkan kualitas produk perikanan dalam hal bahan baku pembuatan tepung ikan.

Tepung ikan merupakan salah satu bahan bahu pembuatan pakan hewan maupun pakan ikan karena tepung ikan memiliki kandungan protein yang baik untuk proses pertumbuhan dan perkembangan hewan ternak maupun ikan sebagai hewan peliharaan. Kandungan nutrisi dari tepung ikan yang digunakan untuk pembuatan pakan ikan adalah protein 60 – 75 %, lemak 6 – 14 %, kadar air 4 – 12 % dan kadar abu 6 – 18 %.

Metode pembuatan tepung ikan menurut Saleh et.al. (1990) adalah dengan cara memfillet ikan yang telah dibersihkan dan dimasukkan ke dalam alat pengukus yang telah dialasi kain blacu. Fillet ikan dikukus selama 30 menit. Ikan yang sudah dikukus kemudian di-press. Ikan yang telah di-press dihancurkan dan dikeringkan selama 3-4 hari di oven incubator pada suhu 500C. Setelah kering diperoleh granule ikan yang akan dilanjutkan dengan pembuatan tepung ikan.

Menurut Rasidi (1998) proses pemasakan ikan pada pembuatan tepung ikan secara sederhana adalah selama 30 menit, kemudian di-press pada saat masih panas untuk menghilangkan kadar air dan lemak terlarut.


Pembuatan tepung ikan sebagai bahan acuan sekunder menurut Trisna Y (2009) adalah granule tepung ikan dihaluskan dengan grinder dan disaring dengan ukuran 60 mesh. Kemudian tepung ikan dihomogenkan dan dikemas, kemudian dilakukan pengujian kadar air, abu, lemak dan protein.




sumber:
Boniran, S. 1999. Quality control untuk bahan baku produk akhir pakan ternak. Kumpulan Makalah Feed Quality Management Workshop. American Soybean Association dan Balai Penelitian Ternak. Hal 2-7.
Rasidi. 1998. 302 Formulasi Pakan Lokal Alternatif untuk Unggas. Jakarta: Swadaya.
Saleh, et. al. 1990. Metode Pembuatan Tepung Ikan. Jakarta: BBRP2BKP.
Trisna Y. 2009. Pembuatan Bahan Acuan Sekunder Padatan. Jakarta: BBRP2BKP.

Ikan Kakap Putih

Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) atau lebih dikenal dengan nama seabass/Baramundi merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun ekspor.

 

Gambar . Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer)
Pada beberapa daerah di Indonesia ikan Kakap Putih dikenal dengan beberapa nama seperti: Pelak, Petakan, Cabek, Cabik (Jawa Tengah dan Jawa Timur), Dubit Tekong (Madura), Talungtar, Pica-pica, Kaca-kaca (Sulawesi).

Ikan Kakap Putih termasuk dalam famili Centroponidae, secara lengkap taksonominya adalah sbb:
Kingdom         : Chordata
Divisi              : Vertebrata
Kelas               : Pisces
Sub kelas         : Teleostei
Ordo                : Percomorphi
Famili              : Centroponidae
Genus              : Lates
Species            : Lates calcarifer (Anonim, 2001)

Ikan Kakap Putih adalah ikan yang mempunyai toleransi yang cukup besar terhadap kadar garam (Euryhaline) dan merupakan ikan katadromous (dibesarkan di air tawar dan kawin di air laut). Sifat-sifat inilah yang menyebabkan ikan kakap putih dapat dibudidayakan di laut, tambak maupun air tawar.

Tubuhnya bersisik besar dan berwarna putih atau bahkan gelap tergantung lingkungannya. Kakap putih memakan udang-udangan (Crustaceae) dan kelompok hewan lunak sejenis cacing (Moluska). Memakan juga ikan-ikan kecil atau yang masuk dalam bukaan mulut mereka, termasuk jenisnya sendiri. 


Ikan kakap putih adalah ikan hemaprodit, atau dapat berganti kelamin. Ikan jantan setelah dewasa akan menjadi betina, sehingga ikan-ikan yang berukuran besar kebanyakan berkelamin betina.

Ciri-ciri morfologi ikan Kakap Putih (Lates calcarifer) antara lain adalah:
1.      Berbentuk pipih dan ramping dengan badan memanjang dan ekor melebar.
2.      Pada stadia juvenil atau larva warnanya hitam kecoklatan (masih burayak umur 1 - 3 bulan) dan menjadi terang setelah memasuki tahap penggelendongan ( 3 – 5 bulan) atau setelah menjadi benih.
3.      Bagian punggung berwarna coklat dan bagian perut putih perak.
4.      Selanjutnya pada stadia dewasa warna bagian punggungnya (dorsal) berubah menjadi biru kehijauan atau abu – abu, mata merah cemerlang, mulut lebar sedikit serong dengan gerigi halus.
5.      Pada bagian atas penutup insangnya terdapat keping bergerigi dan bagian bawah memiliki duri – duri kuat.
6.      Sirip punggung memiliki jari – jari keras sebanyak 7 – 9 buah dan jari – jari lemah sebanyak 10 - 11 buah, sedangkan sirip duburnya terdiri dari 3 jari – jari keras dan 7 - 8 jari – jari lemah.

Penyebaran ikan Kakap Putih meliputi perairan trofis dan subtrofis seperti India, Bima, Srilanka, Banglades, Malaysia, Indonesia, Cina, Taiwan, Papua New Guinea, Australia, dan lain – lain. Di Indonesia ikan Kakap Putih dijumpai di perairan pantai, tambak air payau, dan muara sungai yang penyebarannya merata hampir di seluruh Indonesia. (Mayunar dan Genisa, 2002)



sumber:
Anonim. 2001. Pembesaran Ikan Kakap Putih (Lates calcalifer, Bloch) di Keramba Jaring Apung. Jakarta: Menegristek.
Anonim. 2001. Pembenihan Kakap Putih (Lates calcalifer. Jakarta: Menegristek.
Mayunar, dan Genisa. 1995. Aplikasi Pellet Hormone LHRHa Dalam Pematangan Gonad dan Pemijahan Ikan Kerapu Macan ( Epinephelus fuscoguttatus). Prosiding Seminar 01/pros/03/95. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Balai Penilitian Perikanan Budidaya Pantai, Sub Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai. Bojonegoro. Serang. Hal 84-89.